Gubernur Sulbar Buka-bukaan di Bedah Buku: “Saya Anak Petani, Bukan Bangsawan”

Terassulbar.com, Mamuju – Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka, menghadiri bedah buku “SDK Mendayung dari Hulu” di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Sulbar, Senin (30/6/25).
Acara ini menjadi agenda hari pertama kerja di akhir Juni, sekaligus menjadi bagian dari program Dana Alokasi Khusus (DAK) nonfisik dari Perpusnas RI.
Buku tersebut ditulis oleh Sofa Nurdiyanti sejak 2023. Isinya menelusuri perjalanan politik Suhardi Duka, dari seorang anak petani hingga menjabat sebagai Gubernur Sulbar.
“Kenapa harus buku saya? Buku lain lah. Tapi dia minta supaya buku saya. Oke. Tidak salah juga,” ucap Suhardi dalam sambutannya.
Ia mengungkapkan, buku itu bukan biografi formal. Lebih sebagai narasi perjuangannya menembus dunia politik dari latar belakang yang sederhana.
Selama 13 tahun bekerja sebagai PNS, Suhardi memilih keluar dari jalur aman. Ia menilai politik sebagai ruang yang lebih cocok baginya.
Kariernya dimulai sebagai Ketua DPRD Mamuju (2000–2005), dua periode menjabat Bupati Mamuju (2005–2015), lalu menjadi anggota DPR RI (2019–2024), hingga kini menjabat Gubernur.
Perjalanan panjang itu tidak selalu mulus. Ia sempat kalah dalam Pilgub 2018. Namun hal itu tak membuatnya berhenti melangkah.
“Yang ingin saya sampaikan dalam buku ini. Suhardi Duka anak rakyat. Anak biasa. Saya bukan bangsawan, bukan orang kaya. Artinya siapapun anda, Anda bisa jadi Gubernur,” katanya.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulbar, Khaerudin Anas, menyebut buku tersebut mendapat respons baik dari Perpusnas.
Menurutnya, nilai-nilai perjuangan dalam buku ini bisa memberi inspirasi, terutama bagi generasi muda.
“Yang kedua, selain mendorong indeks literasi, kita juga berharap bahwa akan muncul pemimpin-pemimpin baru dari generasi muda,” ujarnya.
Buku itu kini menjadi koleksi resmi Perpusnas di Jakarta. Salah satu kutipan yang disorot adalah: “Kalau kau jatuh, cepat-cepatlah kau bangkit, jangan tunggu orang untuk kasih berdiri kau.”
Ada pula kutipan lain yang dinilai menggambarkan cara berpikir Suhardi dalam politik: “Politik bukan ruang gelap, tetapi bisa dihitung.”
Khaerudin berharap buku ini tak hanya dibaca oleh kalangan birokrat, tetapi juga mahasiswa dan pelajar, agar bisa memetik semangat perjuangan dari tokoh lokal.